MEDAN
| DNA - Ratusan warga Desa Panda Sipituhuta, KecamatanPollung,
Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Selasa (23/10/2012) yang
tergabung dalam Sekber Reforma Agraria melakukan demo di Poldasu minta
izin PT Toba Pulp Lestari (TPL) dicabut karena dianggap telah merusak
tatanan kehidupan masyarakat yang telah merampas hutan kemenyan
(Tombak Haminjon).
Dalam
orasinya, salah satu Koordinator Aksi, Fery Marbun menyebutkan,
perampasan hutan kemenyan itu telah mengakibatkan sumber penghidupan
warga terancam punah. Perampasan itu dilakukan secara sistematis.
"Upaya perampasan hutan kemenyan seluas sekira 4.100 hektar yang sudah
dimiliki dan diusahai masyarakat adat Desa Panduamaan dan Sipituhuta
secara turun temurun sejak 300-an tahun lalu itu sudah berulangkali
dilakukan TPL," sebut Fery.
Kata dia, PT TPL tak hanya merampas
dan menebangi kayu tanaman warga jenis endemik, yakni tanaman yang
tidak tumbuh di sembarang tempat. Untuk memuluskan aksi perambahan hutan
itu, PT TPL melakukan berbagai trik licik berupa kriminalisasi terhadap
warga yang mempertankan haknya.
Mereka mengesalkan pemerintah,
khususnya Kementerian Kehutanan karena belum mampu memberi solusi
konkrit dan adil untuk penyelesaian masalah warga Humbahas dengan PT
TPL. Padahal, Pansus DPRD Humbahas telah melakukan pemetaan tapal batas
dan menyampaikannya kepada pemerintah.
Menurut dia,
permasalahan petani di Humbahas dengan PT TPL jauh dari rasa keadilan,
jika kepolisian hanya memandang peristiwa bentrokan warga dengan
karyawan PT TPL.
"Sebanyak delapan petani kemenyan yang
mempertahankan areal hutannya juga terancam akan dikriminalisasi oleh
Polres Humbahas setelah terjadinya bentrokan di hutan Sitangi pada 19
September 2012 lalu. ," katanya.
Dalam pernyataan sikap itu,
selain meminta cabut izin PT TPL dan kembalikan tanah rakyat, juga
hentikan pemeriksaan masyarakat Pandumaan dan Sipituhuta karena
kepolisian bukan centeng PT TPL.
Tarik Brimob dari tanah rakyat
Pandumaan dan Sipituhuta, hentikan intimidasi dan diskriminasi hukum
terhadap warga, polisi harus netral, laksanakan rekomendasi dewan
kehutanan nasional dan selamatkan hutan kemenyan sebagai sumber
penghidupan rakyat.
Aksi massa itu ditanggapi para Wakil
Direktur Satuan Kerja (Wadir Satker) Polda Sumut, diantaranya AKBP
Mashudi (Wadir Reskrimum), AKBP Rudi Setiawan (Wadir Reskrimsus) dan
Wadir Intelkam Polda Sumut. Ketiga perwira menengah itu menyatakan, akan
menyampaikan aspirasi massa kepada pimpinan mereka. Setelah itu massa
bubar dengan tertib.(sal/mdn)
Dalam orasinya, salah satu Koordinator Aksi, Fery Marbun menyebutkan, perampasan hutan kemenyan itu telah mengakibatkan sumber penghidupan warga terancam punah. Perampasan itu dilakukan secara sistematis.
"Upaya perampasan hutan kemenyan seluas sekira 4.100 hektar yang sudah dimiliki dan diusahai masyarakat adat Desa Panduamaan dan Sipituhuta secara turun temurun sejak 300-an tahun lalu itu sudah berulangkali dilakukan TPL," sebut Fery.
Kata dia, PT TPL tak hanya merampas dan menebangi kayu tanaman warga jenis endemik, yakni tanaman yang tidak tumbuh di sembarang tempat. Untuk memuluskan aksi perambahan hutan itu, PT TPL melakukan berbagai trik licik berupa kriminalisasi terhadap warga yang mempertankan haknya.
Mereka mengesalkan pemerintah, khususnya Kementerian Kehutanan karena belum mampu memberi solusi konkrit dan adil untuk penyelesaian masalah warga Humbahas dengan PT TPL. Padahal, Pansus DPRD Humbahas telah melakukan pemetaan tapal batas dan menyampaikannya kepada pemerintah.
Menurut dia, permasalahan petani di Humbahas dengan PT TPL jauh dari rasa keadilan, jika kepolisian hanya memandang peristiwa bentrokan warga dengan karyawan PT TPL.
"Sebanyak delapan petani kemenyan yang mempertahankan areal hutannya juga terancam akan dikriminalisasi oleh Polres Humbahas setelah terjadinya bentrokan di hutan Sitangi pada 19 September 2012 lalu. ," katanya.
Dalam pernyataan sikap itu, selain meminta cabut izin PT TPL dan kembalikan tanah rakyat, juga hentikan pemeriksaan masyarakat Pandumaan dan Sipituhuta karena kepolisian bukan centeng PT TPL.
Tarik Brimob dari tanah rakyat Pandumaan dan Sipituhuta, hentikan intimidasi dan diskriminasi hukum terhadap warga, polisi harus netral, laksanakan rekomendasi dewan kehutanan nasional dan selamatkan hutan kemenyan sebagai sumber penghidupan rakyat.
Aksi massa itu ditanggapi para Wakil Direktur Satuan Kerja (Wadir Satker) Polda Sumut, diantaranya AKBP Mashudi (Wadir Reskrimum), AKBP Rudi Setiawan (Wadir Reskrimsus) dan Wadir Intelkam Polda Sumut. Ketiga perwira menengah itu menyatakan, akan menyampaikan aspirasi massa kepada pimpinan mereka. Setelah itu massa bubar dengan tertib.(sal/mdn)