Rabu, 24 Oktober 2012

Rusak Tatanan Kehidupan Masyarakat, Cabut Izin Toba Pulp Lestari

MEDAN | DNA - Ratusan warga Desa Panda Sipituhuta, KecamatanPollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Selasa (23/10/2012) yang tergabung dalam Sekber Reforma Agraria melakukan demo di Poldasu minta izin PT Toba Pulp Lestari (TPL) dicabut karena dianggap telah merusak tatanan kehidupan masyarakat yang telah merampas hutan kemenyan (Tombak Haminjon).

Dalam orasinya, salah satu Koordinator Aksi, Fery Marbun menyebutkan, perampasan hutan kemenyan itu telah mengakibatkan sumber penghidupan warga terancam punah. Perampasan itu dilakukan secara sistematis.

"Upaya perampasan hutan kemenyan seluas sekira 4.100 hektar yang sudah dimiliki dan diusahai masyarakat adat Desa Panduamaan dan Sipituhuta secara turun temurun sejak 300-an tahun lalu itu sudah berulangkali dilakukan TPL," sebut Fery.

Kata dia, PT TPL tak hanya merampas dan menebangi kayu tanaman warga jenis endemik, yakni tanaman yang tidak tumbuh di sembarang tempat. Untuk memuluskan aksi perambahan hutan itu, PT TPL melakukan berbagai trik licik berupa kriminalisasi terhadap warga yang mempertankan haknya.

Mereka mengesalkan pemerintah, khususnya Kementerian Kehutanan karena belum mampu memberi solusi konkrit dan adil untuk penyelesaian masalah warga Humbahas dengan PT TPL. Padahal, Pansus DPRD Humbahas telah melakukan pemetaan tapal batas dan menyampaikannya kepada pemerintah.

Menurut dia, permasalahan petani di Humbahas dengan PT TPL jauh dari rasa keadilan, jika kepolisian hanya memandang peristiwa bentrokan warga dengan karyawan PT TPL.

"Sebanyak delapan petani kemenyan yang mempertahankan areal hutannya juga terancam akan dikriminalisasi oleh Polres Humbahas setelah terjadinya bentrokan di hutan Sitangi pada 19 September 2012 lalu. ," katanya.

Dalam pernyataan sikap itu, selain meminta cabut izin PT TPL dan kembalikan tanah rakyat, juga hentikan pemeriksaan masyarakat Pandumaan dan Sipituhuta karena kepolisian bukan centeng PT TPL.

Tarik Brimob dari tanah rakyat Pandumaan dan Sipituhuta, hentikan intimidasi dan diskriminasi hukum terhadap warga, polisi harus netral, laksanakan rekomendasi dewan kehutanan nasional dan selamatkan hutan kemenyan sebagai sumber penghidupan rakyat.

Aksi massa itu ditanggapi para Wakil Direktur Satuan Kerja (Wadir Satker) Polda Sumut, diantaranya AKBP Mashudi (Wadir Reskrimum), AKBP Rudi Setiawan (Wadir Reskrimsus) dan Wadir Intelkam Polda Sumut. Ketiga perwira menengah itu menyatakan, akan menyampaikan aspirasi massa kepada pimpinan mereka. Setelah itu massa bubar dengan tertib.(sal/mdn)

Selasa, 16 Oktober 2012

Berani Mati Demi Hidup: Kisah Paska Bentrok Warga Pandumaan-Sipituhuta dengan TPL dan Aparat


HUMBANG - SUASANA di Desa Pandumaan dan Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan paska bentrok dengan pihak PT Toba Pulp Lestari, Tbk dan aparat Brimob di Tombak Haminjon (Hutan Kemenyan), tepatnya di Tombak Sitangi, pada 19 September 2012 yang lalu, hingga hari ini masih mencekam. Di setiap persimpangan jalan masuk menuju desa ini, terlihat warga dua desa masih berjaga-jaga. Bekas api unggun yang menemani mereka berjaga hingga dini hari pun masih tersisa.

Siang ini, 12 Oktober 2012, di sebuah warung, di Dusun Dongdong (Sipituhuta), kami menjumpai beberapa warga yang juga sedang berjaga-jaga. Mereka menjelaskan bahwa sampai saat ini suasana dua desa ini masih mencekam. “Kami akan tetap berjaga-jaga, karena Kapolres mengatakan akan tetap menangkap 8 (delapan) warga dengan caranya. Kami tidak mau teman kami ditangkap karena mereka berjuang mempertahankan tanah adat kami,” jelas mereka.

“Situasi ini membuat kami semakin berani. Kalau selama ini kami takut berhadapan dengan aparat polisi, sekarang kami tidak takut sama sekali. Mati pun kami sudah siap. Sebab sudah bosan kami mengadu ke sana-ke mari, tetapi tidak ada hasilnya. Dari pada kami mati karena sudah tidak memiliki sumber mata pencaharian, lebih baik kami mati berjuang mempertahankan tombak haminjon tersebut. Ini menyangkut hidup kami dan masa depan anak-anak kami. Apapun akan kami lakukan mempertahankan hidup kami,” kata salah seorang warga.

Mereka juga menjelaskan bahwa akibat dari persoalan ini, sekarang mereka diperhadapkan dengan sesama mereka. “Kami semua bersaudara di dua desa ini. Tetapi karena TPL, kami sekarang mulai dipecah-belah. Mulai terjadi kesalahpahaman antara kami dengan sebagian warga desa ini, yakni warga Dusun Marade (Dusun I), yang sejak awal tidak ikut memperjuangkan tombak haminjon. Tetapi kami masih berupaya menahan diri, karena mereka juga adalah saudara kami,” jelas salah seorang warga.

Selanjutnya mereka menjelaskan penyebab dari kesalahpahaman ini, yakni  ketika warga dua desa  melakukan penjagaan, salah seorang warga Dusun Marade melintas bermaksud menjemput adiknya ke pinggir Tombak. Namun yang bersangkutan dicegat di Desa Pandumaan dengan alasan warga sedang berjaga, dan menawarkan supaya mereka (warga yang sedang jaga) yang menjemput adiknya keTombak. Salah seorang dari warga yang sedang jaga pun pergi menjemput adik si warga Dusun Marade tersebut ke pinggir tombak dan mengantarkannya ke Dusun Marade. Namun kejadian ini tidak bisa diterima warga Dusun Marade tersebut dan memberitahukannya ke warga Dusun Marade lainnya. Mereka pun bermaksud membalas hal ini dengan membuat plang di portal jalan keluar-masuk menuju Desa Sipituhuta dan Pandumaan, dan melarang warga dua desa tersebut melewati portal tersebut.

“Pendekatan terhadap warga Dusun Marade sudah dilakukan, dan mereka sudah membuka plang jalan tersebut. Kepala Desa Sipituhuta pun sudah menjamin tidak akan ada lagi masalah. Tapi kami masih khawatir kesalahpahaman ini masih berlanjut. Kami menyadari bahwa kami juga yang rugi kalau terjadi bentrok sesama kami, sebab kami semua bersaudara di sini. Ini yang tidak dipahami masyarakat seperti kami ini, bahwa kami sudah berhasil dipecah-belah TPL. Karena selama ini pihak TPL juga selalu mengatakan bahwa warga Dusun Marade sudah menjual lahannya ke TPL, dan merekalah (warga Dusun Marade) yang meminta TPL membuka jalan di tombak. Informasi ini tentu saja menimbulkan kecurigaan kami terhadap warga Marade tersebut,” lanjut salah seorang dari mereka.

Di Desa Pandumaan, malam harinya, kami juga menemukan warga sedang berjaga-jaga. Hujan yang tiba-tiba turun dengan deras, dan lampu (listrik) yang bolak-balik padam, tidak menghalangi mereka untuk tetap berjaga-jaga. Mereka berteduh di warung-warung yang ada, juga di teras rumah masing-masing.
Beberapa warga datang ke rumah Pdt Sinambela tempat kami diskusi. Dalam diskusi ini, mereka menjelaskan hal yang sama seperti yang dijelaskan warga Sipituhuta: bahwa mereka sudah siap mati untuk mempertahankan tombak haminjon yang merupakan sumber hidup mereka. “Selama ini kami sudah sabar, tetapi pihak TPL makin merajalela. Pengaduan kami tidak pernah ditanggapi tetapi pengaduan TPL dengan cepat ditanggapi. Kami bukan penjahat, kami berjuang mempertahankan hak kami atas tanah adat kami, kenapa kami yang ditangkap. Kenapa TPL yang merampas tanah adat kami tidak ditangkap? Petuah para leluhur dan orang tua kami, bahwa kalau ada yang merampas tanah adat kami, sekali dua kali diberi peringatan, kalau masih dilanggar, maka harus dipotong (dibunuh). Itulah hukum adat dan petuah para nenek moyang kami. Hal ini sudah kami katakan dihadapan Kapolres ketika rapat tertutup Uspida di DPRD (8 Oktober 2012). Tetapi kesepakatan di DPRD itu diingkari Kapolres,” papar mereka.

Selanjutnya Pdt Sinambela menjelaskan bahwa situasi ini tidak akan segawat ini kalau Kapolres pagi itu, melalui telepon, tidak mengatakan bahwa akan dilakukan pemeriksaan terhadap 8 warga di kantor Polsek Kecamatan Pollung. Padahal sebelumnya kesepakatan di DPRD tidak seperti itu. Tetapi Kapolres tetap berkeras dan mengatakan bahwa kami tokoh adat Pandumaan-Sipituhuta pengecut dan berusaha menyembunyikan 8 tersangka. Saya langsung menjawab bahwa kami bukan pengecut, bapak lah (Kapolres) yang  pengecut. Kalau bapak mau menangkap kami silahkan, datanglah ke desa. Saat itu Kapolres mengatakan bahwa polisi akan datang ke desa menangkap warga, makanya kami semua bersiap-siap menunggu kedatangan para polisi tersebut. Perdebatan kami melalui telepon itu didengar banyak warga, karena saya gunakan speakernya. Tetapi hingga malam kami tunggu, mereka tidak datang, jelas Pdt Sinambela.

“Dalam situasi yang sudah seperti ini pun pihak TPL tetap beroperasi di tombak. Yang kami perjuangkan adalah haminjon (kemenyan), sumber hidup kami, dan tanah adat kami. Kalau haminjon sudah habis ditebang, apa gunanya kami berjuang selama ini? Karena itulah kami menjaganya. Pada saat 60-an warga diutus menjaga tombak, mereka menemukan 30-an pekerja TPL sedang berada di lahan dengan membawa parang dan pedang, sepertinya mereka sudah menunggu warga dan bersiap-siap untuk bentrok. Awalnya pekerja TPL ini masih sok berani, tetapi ketika mereka lihat jumlah warga yang datang makin banyak, mereka pun mulai mundur dan lari. Tetapi warga mengatakan bahwa warga ke sana bukan untuk berperang, hanya untuk menjaga tombak dan untuk mengingatkan pekerja TPL agar tidak bekerja di lahan warga. Warga pun meminta mereka untuk ikut ke kampung sebagai bukti bahwa TPL masih beroperasi di lahan sengketa. Tiga orang dari pekerja TPL ini pun bersedia dibawa ke kampung. Mereka mengaku sebagai Humas TPL Pius Butar-butar, dan security TPL yakni Hendra Sirait dan Herwandy Sitorus. Namun kami masih curiga di antara ketiganya ada anggota Brimob. Tapi kami sudah menyerahkan ketiganya ke Polres. Biarlah Polres yang menyelidikinya. Yang jelas, kami tidak menculik mereka, bahkan mereka kami perlakukan dengan baik dan kami kasih makan,” jelas mereka tentang adanya pengaduan pihak TPL ke Polres bahwa telah terjadi penculikan terhadap pekerja TPL.  

Setelah masing-masing mengisahkan kejadian ini, sejak terjadinya bentrok dengan security TPL dan aparat Brimob, hingga 3 orang yang mengaku sebagai karyawan TPL mereka bawa ke kampung sebagai bukti bahwa pihak TPL masih tetap beroperasi di lahan sengketa, hingga ketiga karyawan TPL tersebut diserahkan ke Polres, maka sekitar pkl.23.00.Wibb, kami pun pamit pulang menuju Parapat. ***



Parapat, 13 Oktober 2012
Suryati Simanjuntak
KSPPM

Jumat, 12 Oktober 2012

Bupati ,Tolong jangan sembunyi

DOLOKSANGGUL– Warga Pandumaan dan Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan meminta pemkab jangan tutup mata atas peristiwa yang mencekam yang terjadi dua hari terakhir terkait permasalahan warga dengan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL). 

Hingga kemarin tak ada satupun pejabat pemkab yang berusaha turun ke lapangan atau memberikan komentar atas kejadian terakhir turunya ribuan warga ke jalan.Aksi ini dilakukan untuk menghalangi polisi menjemput delapan warga Kecamatan Pollung.Mereka menjadi saksi terjadinya pembakaran alat berat milik PT TPL, 19 September lalu.

“Belum ada campur tangan pemkab atau dukungan. Bahkan kami tidak tahu apakah Bupati Humbahas Maddin Sihombing mengetahui insiden ini atau tidak,” ujar tokoh masyarakat dari dua desa Pendeta Haposan Sinambela,kemarin. Haposan menilai yang terjadi saat ini tidak lepas dari lemahnya pemkab dalam mendukung perjuangan rakyat yang sudah empat tahun mempertahankan hutan adat mereka. Selama ini pemkab tidak serius mengupayakan pembebasan kawasan adat dari lahan PT TPL.

“Kami bukan merampas,tetapi mempertahankan.Sebab selama ini kami tetap mengelola lahan adat kami dengan baik.Jadi bukan lahan TPL yang kami minta,namun lahan kami yang kami jaga,”ujarnya. Haposan beranggapan jika pemkab membatu perjuangan warga maka beragam insiden yang terjadi tidak akan berujung tragis.“Matipun kami sudah siap,tanah kami warisan leluhur kami, jati diri kami.

Negara harus tahu tentang itu,” katanya Warga sendiri sudah menyatakan tidak akan percaya lagi pada janji pemkab yang hanya mengulur-ngulur persoalan saja. Sementara kemarin,masyarakat adat masih turun ke jalan, namun situasi tetap kondusif. Sejumlah kaum pria masih terlihat berjaga-jaga di sepanjang jalan menyusul belum adanya kepastian penghentian pemeriksaan terhadap kedelapan warga.

Pada hari ketiga tidak terlihat lagi kaum ibu dan anakanak yang turun ke jalan membawa benda tajam dan balok kayu. “Kami tetap siaga, dan tidak satu orangpun dari Desa Pandumaan dan Sipituhuta bisa dibawa oleh siapapun juga. Kami berbuat atas nama adat dan akan melindungi kami dari siapapun juga,”kata Haposan. Sementara itu, adanya tiga karyawan PT TPL yang sempat diamankan warga sudah dikembalikan ke Polres Humbahas di dampingi Camat Pollung dan Kapolsek Pollung.

Humas dan Keprotokolan Pemkab Humbahas, Osbornd Siahaan mengatakan bahwa pemkab tidak pernah menutup mata untuk kasus di Kecamatan Pollung. Namun harus dipahami, kata dia, pemkab berusaha memberikan solusi terbaik dalam penyelesaian konflik yang sudah memasuki tahun ke empat ini. “Kami tidak pernah tutup mata, dan kita ikut berjuang bersama warga. Namun perjuangan inikan tidak semudah yang kita pikirkan,”katanya.

Sementara untuk insiden yang terjadi pada dua hari terakhir, pemkab juga telah meminta aparatnya mulai dari camat hingga kepala desa untuk memonitor situasi dan mendekati warga agar tetap tenang “Tidak sekalipun kami membiarkan warga kami. Kami tetap berusaha mencari jalan terbaik,”ujarnya. Osbornd menjanjikan setelah data dan infomasi sudah terkumpul lengkap, maka pejabat terkait akan memberikan keterangan. Camat Pollung, Paiman Purba menambahkan, sejauh ini pihaknya sudah memberikan laporan kepada asisten pemerintahan pemkab.

Sumber :Baringin Lumban Gaol  ( Wartawan Seputar Indonesia)

Kamis, 11 Oktober 2012

Tiga Pekerja TPL Digiring ke Desa

DOLOKSANGGUL– Warga Desa Pandumaan dan Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan (Humbahas) memboyong tiga pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL) dari kawasan hutan kemenyan milik masyarakat adat ke Desa Pandumaan. Ketiga pekerja itu diamankan warga untuk membuktikan masih adanya aktivitas perusahaan yang dahulu bernama PT Inti Indorayon Utama (IIU) tersebut di lahan yang masih menjadi sengketa.

Namun, ketiga pekerja ini diperlakukan dengan baik oleh warga. Meski demikian, hingga tadi malam,situasi di kedua desa tersebut masih mencekam dan ribuan warga berjaga-jaga di dua jalan masuk menuju desa mereka, lengkap dengan parang, kayu balok dan bendabenda lainnya.Mereka memeriksa setiap warga tak dikenal yang datang untuk mencegah masuknya penyusup yang akan menangkap delapan warga mereka, seperti yang dikehendaki Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Humbahas Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Heri Sulismono. 

Selain itu,warga juga masuk ke hutan kemenyan untuk memastikan bahwa lahan yang mereka olah selama ini tetap dalam kondisi aman. Saat itulah, sekitar pukul 12.00 WIB,menemukan ketiga pekerja sedang duduk di tenda di Pasar VIII. Di kawasan Tombak (sebutan warga untuk hutan kemenyan yang menjadi sengketa) ditemukan pula ekskavator, persisnya di sebuah jembatan. Melihat warga datang, para pekerja yang diperkirakan 30 orang lari mendekati ekskavator. 

Namun, dicegah warga karena kedatangan mereka dengan niat baik. Selanjutnya perwakilan masyarakat mengingatkan para pekerja dan pihak keamanan PT TPL untuk tidak melakukan aktivitas lagi karena lahan tersebut sedang dalam masalah.Lalu ketigapekerjadiajakuntukikut bersama warga sebagai bukti bahwa adanya aktivitas di lahan sengketa.Satu di antara pekerja adalah Staf Humas PT TPL Sektor Tele Pius Butarbutar. 

”Ketiganya dalam kondisi baik,dan tidak ada unsur kekerasan dalam tindakan pengamanan ketiga pekerja PT TPL tersebut. Sebab, kami mengamankan hanya untuk membuktikan bahwa TPL masih menjalankan aktivitasnya di hutan kemenyan,”kata seorang warga bermarga Marbun. Pius Butarbutar mengatakan, dia dibawa warga bersama dua rekan kerjanya,yakni HendraSiraitdanHerwandiSitorus. 

Mereka menyanggupi permintaan warga untuk ikut ke perkampungan. ”Kami dilayani warga dengan baik. Kami yang bersedia untuk ikut,” paparnya. Dia mengungkapkan, aktivitas mereka di lokasi RD 4-118 untuk mengevakuasi alat berat yang rusak akibat insiden 19 September lalu. Dalam proses evakuasi,truk yang akan mengangkat ekskavator terperosok sehingga harus menggunakan alat berat lainnya untuk mendorong truk. 

”Jadi, kami melakukan evakuasi di sana, dan warga mengajak kami ke perkampungan,” ujarnya. Selama diamankan warga, Pius mengaku diperlakukan dengan baik. Bahkan, mereka diberikan makan dan minum. Warga juga meminta mereka untuk tidak melakukan segala aktivitas di lahan tersebut.”Saya (bekerja) memang masih hitungan bulan di sektor Tele,” katanya. 

Hingga pukul 19.30, ketiga staf PT TPL tersebut masih diamankan warga menunggu proses penyerahan ke kepolisian yang akan dilakukan perwakilan warga. Dalam perbincangan dengan staf PT TPL dengan warga tersebut, penetua adat Pdt Haposan Sinambela mengatakan,ketiga pekerja diharapkan dapat memberikan bukti nyata bahwa warga bukanlah masyarakat yang tidak mengerti hukum.

Diamankannya ketiga staf PT TPL juga didasari bukti bahwa perusahaan yang memproduksi bubur kertas itu tidak menghargai masyarakat adat. ”Kami menjamin mereka akan kembali dengan selama sehat tanpa ada gangguan apa pun,” paparnya. Kapolres Humbahas AKBP Heri Sulismono mengatakan, laporan yang diterimanya,warga akan mengantarkan ketiga staf PT TPL tersebut ke polres. Namun, belum dapat dipastikan waktu penyerahannya. “Kami akan menyambut baik jika dikembalikan secara baikbaik juga,”ujarnya. 

Heri mengaku belum mengetahui solusi konflik berkepanjangan warga dengan PT TPL. Dia masih harus berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah (Polda) Sumut untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian. ”Saya belum bisa pastikan, namun saat ini ada beberapa agenda yang saya bahas di polda dan salah satunya menyangkut kasus PT TPL,”pungkasnya. 

Sumber : Baringin Lumban Gaol  ( Wartawan Seputar Indonesia )

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/534223/37/


Rabu, 10 Oktober 2012

Mencekam, Jalan ke Dua Desa Pandumaan dan Sipituhuta Diblokade

DOLOKSANGGUL –Suasana di Desa Pandumaan dan Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Selasa (9/10) kembali mencekam. Hingga tadi malam,ribuan warga memblokade jalan ke desa mereka untuk mencegah masuknya polisi yang akan mengamankan delapan warga. Massa didominasi kaum ibu, pria lanjut usia dan anak-anak bersiaga di dua jalan masuk menuju desa tersebut.

Mereka mempersenjatai diri dengan parang, kayu balok dan benda keras lainnya sebagai tanda siap menghalau polisi yang datang untuk membawa warga. Selain berjaga-jaga,warga juga membuat portal dan memeriksa setiap kendaraan yang masuk ke desa mereka. Sweeping ini dilakukan guna mengantisipasi adanya penyusup yang masuk. Seorang warga Desa Sipituhuta, Toga Lumban Batu,37,mengatakan, warga desanya dan Desa Pandumaan bersiaga setelah merebaknya kabar bahwa kedelapan warga mereka akan dijemput paksa petugas Kepolisian Resor (Polres) Humbahas. 

Kedelapan warga tersebut akan diperiksa terkait aksi kerusuhan saat berdemo menentang operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL) di lahan yang menjadi sengketa, pada Rabu (19/9). Bentrokan pecah di Desa Sipitu Huta hingga mengakibatkan seorang petugas sekuriti PT TPL dan seorang personel Brigade Mobil (Brimob) terluka.Warga juga membakar satu ekskavator serta merampas senjata api personel Brimob tersebut. Polisi pun memanggil kedelapan warga untuk diperiksa sebagai saksi. 

Toga mengungkapkan, situasi desanya kembali memanas setelah adanya kabar bahwa Kepala Polres Humbahas Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Heri Sulismono menghubungi tokoh adat untuk menyerahkan kedelapan warga tersebut. Bahkan,beredar pula kabar di masyarakat bahwa polres akan menjemput paksa dengan mengerahkan personel Brimob. 

Permintaan Heri itu dinilai sebagai bentuk pengingkaran janji yang disampaikannya saat menerima aksi unjuk rasa di Kantor Polres Humbahas, Kamis (27/9) lalu.Warga juga menyatakan sikap untuk bertahan dengan proses adat lebih dahulu. Ini disebabkan insiden yang terjadi karena warga mempertahankan tanah adat. “Sebelumnya kami sudah berupaya untuk menempuh jalurhukumuntukpenuntasankasus sengketa lahan kami dengan PT TPL,namun tidak ada hasil. 

Pemkab Humbahas juga terkesan lambat dalam menuntaskan kasus yang sudah empat tahun berjalan. Karenaitulahkamimemilih untuk melindungi sendiri tanah adat kami,”papar Toga. Dia meminta insiden yang terjadi pada Rabu 19 September 2012 harus dilihat dengan arif.Kondisi itu dipicu adanya sikap yang tidak baik dialami warga saat meminta PT TPL menghentikan aktivitasnya di lahan yang saat ini diusulkan untuk direvisi ke Kementerian Kehutanan.Warga tidak menginginkan kekerasan yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum. 

“Pada waktu kami minta dihentikan aktivitas disana petugaskeamananyangmengancam warga. Bahkan, dari informasi aparat Brimob yang bertugas pada waktu yang menantang warga dengan bahasa yang dianggap melecehkan,”imbuhnya. Kepala Polres Humbahas AKBP Heri Sulismono mengatakan, penjemputan paksa memang menjadi pilihan terburuk setelah berbagai upaya mediasi dan etika komunikasi sudah dilakukan. 

Tugas yang dijalankan polisi juga merupakan bagian dari amanah karena dalam kasus tersebut ada yang dicederai dan mengalami kekerasan. “Polisi menjalankan tugas. Kami sudah menempuh berbagai cara sehingga seharusnya kita bekerja sama. Saya heran kenapa hanya dua desa ini yang sulit untuk kita jalin kerja sama,”katanya. Berbagai upaya mediasi melalui pertemuan dengan sejumlah pihak sudah dilakukan, termasuk pertemuan antara perwakilan warga dengan pihak Muspikayangjugadihadirikejaksan dan ketua pengadilan negeri. 

Namun, warga menafsirkan berbeda pertemuan tersebut.“Saya sudah meyarankan agar kedelapan warga yang kami panggil untuk diserahkan. Kemudian kita lakukan konsultasi dengan pihak polda sehingga ada solusi yang baik,”paparnya. Terkait dengan adanya blokade jalan yang dilakukan warga, Heri menilai terlalu berlebihan dan tidak perlu terjadi. Karena polisi melihat dari aspek pidana yang terjadi karena perbuatan warga. 

“Kalau memang berani berbuat ya kami minta juga berani bertanggung jawab,”paparnya. Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Sumut Sopar Siburian mengatakan, rencana penangkapan terhadap kedelapan warga tersebut kurang tepat waktunya. Lebih baik kepolisian mengoptimalkan komunikasi yang baik kepada masyarakat. Sebab,metode pendekatan bisa meredam gejolak. “Ini kan persoalan PT TPL mau buka jalan dan rakyat keberatan. 

Masyarakat yang melanggar hukum memang harus tanggung jawab. Kalau masyarakat tidak setuju mengenai rencana penangkapan, pihak kepolisian harus jelaskan alasannya. Kan masyarakat kita sudah pintar-pintar sekarang,” kata politisi asal Partai Demokrat ini. DiamenilaiPT TPLselalumelakukan pola lama,yakni menggunakan aparat dalam hal pembebasan lahan.

Hasilnya,aparat kepolisian dan warga yang jadi korban bentrokan.“Jangan dibenturkan masyarakat dengan kepolisian. Ini kan awalnya dari PT TPL, kenapa jadi warga dengan aparat yang bentrok.Seharusnya pihakperusahaanjuga harus berkomunikasi dengan baik dan duduk bersama dengan warga.Jangan sampai ada keributan,” tandasnya. 

Sumber Baringin Lumban Gaol, Panggabean Hasibuan  (Wartawan Seputar Indonesia)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/533885/37/

Minggu, 07 Oktober 2012

Selamatkan KPK


SEMARANG, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menerima dukungan selamatkan KPK dari sejumlah LSM di Kota Semarang. Dukungan berupa poster bertuliskan 'Save KPK' tersebut diberikan usaiAbraham menjadi pembicara pada dialog tentang peran ulama dan tokoh masyarakat dalam menegakkan konstitusi dan gerakan anti korupsi di Kantor PWNU Jateng di Semarang, Sabtu (6/10/2012).
Sejumlah LSM tersebut antara lain KP2KKN Jateng, LBH Semarang, Pattiro Semarang, LRC KJHAM, The Jateng Institute, GP Ansor Jateng, Komunitas buruh, petani, pedagang, KAMMI, HMI dan sejumlah BEM di Kota Semarang. Dukungan tersebut diterima langsung oleh Ketua KPK Abraham Samad.
Kepala Divisi Monitoring Penegak Hukum KP2KKN Jateng Eko Haryanto mengatakan sejumlah LSM tersebut menamakan dirinya Cicak yang berarti Cinta Indonesia Cinta KPK Jawa Tengah. Dukungan diberikan agar KPK tetap kuat dalam melawan korupsi serta sejumlah upaya pelemahan yang dilakukan pihak lain.
Eko mengatakan Cicak Jawa Tengah juga menolak dan meminta DPR menghentikan revisi UU KPK, mengajak masyarakat Indonesia khususnya di Jawa Tengah menolak dan melawan segala bentuk pelemahan KPK dan mendukung penuntasan kasus yang ditangani KPK baik kasus simulator SIM serta kasus lainnya.
"Kami juga mengutuk keras tindakan penjemputan paksa penyidik Polri yang bertugas di KPK oleh Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya," tandasnya.
Eko mengatakan KPK menjadi harapan besar masyarakat dalam memberantas korupsi di negeri ini. Sebab kepolisian maupun kejaksaan terbukti tidak cukup efektif dan sangat lamban dalam menangani kasus korupsi. "Kami yakin seluruh masyarakat juga mendukung KPK, negeri ini membutuhkan lembaga yang mampu menangani kasus korupsi secara progresif dan independen, dan KPK menjadi harapan kita semua," tambahnya.
Sementara itu Ketua KPK Abraham Samad ketika menjadi pembicara mengatakan jika memang DPR akan melakukan revisi UU KPK terkait penyadapan dan lainnya, dirinya memilih untuk mengundurkan diri. Selain itu jika upaya revisi tidak dihentikan, ia juga akan meminta KPK untuk dibubarkan saja.
"Kalau memang UU itu akan direvisi, berarti sudah tidak ada niatan untuk memberantas korupsi," tandasnya.
Meski begitu ia tetap meminta agar UU tersebut tidak jadi direvisi sehingga pemberantasan korupsi tetap dijalankan. Sebab menurutnya kejahatan korupsi di negeri ini sudah luar biasa sehingga harus dihadapi dengan cara yang luar biasa.

Editor :
A. Wisnubrata

Kamis, 04 Oktober 2012

Nirwana Trio akan Launching Album Bahasa Indonesia


JAKARTA - Awal karier Nirwana Trio,terbentuk pada tgl 01 Maret  2006, Trio yang berasal dari Dolok Sanggul Humbang Hasundutan ini hadir dengan kualitas yang berbeda dan tentu dengan lagu lagu yang dibawakan nya selalu digemari anak muda juga orang tua khususnya orang Batak.Tidak perlu diragukan lagi kualitas dengan perpaduan harmoni suara dan irama yang menguatkan khas mereka hingga bisa bertahan hingga saat ini.

Dimulai dengan album kompilasi Perados grup pada bulan Mei 2006 langsung para penikmat musik Batak menaruh hati kepada mereka , dan pada 2007 Nirwana Trio kembali mengeluarkan album Vol 1 dengan single hits  Anak panggoran,Alusia,Mulak maho dan Soada tudosanmu.

Adapun personel Nirwana Trio adalah Pudan Sitorus ,Rinto Situmorang dan Anjur Munthe

Kembali pada tahun 2008,Nirwana mengeluarkan Album kompilasi, 10 pemenang dan pencipta terbaik dari New Hunter, dengan single hits New Hunter yang dinyanyikan Nirwana Trio.Tentu hits ini terkenal di lingkungan orang Batak.

Dan pada tahun 2009 ,kembali Nirwana Trio mengeluarkan album Vol 2,album fantastik,dengan lagu lagunya,Haholongi ma sidoli,Marrokkap dung matua,dll.
Tahun 2012 Nirwana Trio mengeluarkan album Bahasa Indonesia tentu dengan WARNA yang berbeda, penasaran? Tunggu yah..:D

Selasa, 02 Oktober 2012

Pernados kembali merayakan natal dengan konsep kolosal batak


Jakarta - Persatuan Naposo Bulung Dolok Sanggul Sekitarnya ( Pernados) yang bermarkas di wilayah  UKI – Cawang  Jakarta Timur sudah mulai disibukkan dengan rutinitas latihan natal 2012 yang nantinya akan di selenggarakan di Gedung Mulia Raja – Jakarta Timur.Menurut BPH Pernados 2011 -2013 Andris Hendrayadi Simanullang menuturkan bahwa pembentukan panitia natal untuk tahun ini telah dilakukan bulan agustus lalu yang di ketuai oleh Agus Safran Simatupang.

Berdasarkan pantauan, ternyata antusiasisme dan semangat para pernadoser cukup tinggi untuk mengikuti latihan natal yang dilaksanakan setiap minggu di fakultas ekonomi –UKI ini.Dan yang membuat organisasi ini semakin berbeda dari organisasi lain dari bona pasogit adalah selalu menjadi yang pertama ,terlihat dari banyaknya organisasi dari bona pasogit hanya Pernados yang sudah membentuk kepanitiaan natal.

Adapun konsep acara yang akan di tampilkan nantinya adalah konsep kolosal budaya Batak ,menurut penuturan dari koordinator acara Inatasari Lumban Gaol dkk ,ini konsep sebagai bentuk apresiasi dan pelestarian budaya Batak yang merupakan citra diri sebagai suku Batak. Dan Tema yang di usung di kutip dari Yohannes 3 : 16 “ Kasih itu Nyata” dan sub tema “ Terima KasihNya , sebarkan berkatNya”.

Tentu perayaan ini nantinya akan semakin menarik dan dapat membawa berkat untuk masyarakat Dolok Sanggul sekitarnya. Perayaan ini nantinya akan menampilkan berbagai ritual natal ,drama musikal ,tor tor ,dan tentunya akan dimeriahkan oleh artis artis ibukota dan bona pasogit.Pernados Choir pun tidak mau ketinggalan menampilkan kemampuanya, sehingga merekapun kerja keras untuk menampilkan yang terbaik dengan bimbingan dari abang Sahata Sihombing dan Monang Simanullang.

Natal akbar ini nantinya akan di selenggaran di gedung Mulia dan Raja , minggu 08 Desember  2012.Panitia natal sangat membutuhkan dukungan doa agar perayaan ini dapat berjalan dengan baik.

Bukan rahasia lagi bahwa Pernados banyak kegiatan mulai dari kompetisi sepak bola , futsal, perayaan hari kemerdekaan , paskah , ibadah bulanan , bahkan kegiatan kegiatan sosial. Semuanya itu tercipta karena kesatuan dan semangat  naposo Pernados .(AmanLumbanGaol)


Pernados itu Kasih , Cinta dan Solidaritas !